Mengkaji Kembali Perjalanan Sejarah Perpustakaan di Indonesia

logo-18

Kabar Aksaramaya

Siapa yang tidak kenal dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI)? Pastinya siapa pun sudah tahu dengan Perpusnas RI yang menjadi perpustakaan nasional tertinggi di dunia dengan tinggi mencapai 126,3 meter tersebut. Namun, tahukah kalian bagaimana awal mula perjalanan sejarah perpustakaan di Indonesia? Yuk, mari simak perjalanan sejarah perpustakaan Indonesia berikut ini.

Perpustakaan Indonesia di Era Kerajaan

Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih cukup muda, apabila dibandingkan dengan di negara Eropa ataupun Arab. Jika berdasarkan sebuah pendapat sejarah, lahirnya perpustakaan di Indonesia ditandai dengan dikenalkannya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dimulai pada tahun 400-an. Pada saat itu, ditemukan lingga batu dengan tulisan Pallawa dari periode Kerajaan Kutai. 

Pada tahun 414, Musafir Fa-Hsien mengatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti (kerajaan Tarumanegara) banyak ditemui kaum Brahmana yang banyak membutuhkan buku ataupun manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman para pendeta.

Sementara itu, di pulau Jawa sendiri, sejarah perpustakaan di Indonesia bermula pada masa Kerajaan Mataram. Hal tersebut tidak lepas oleh peran seorang pujangga keraton yang menulis berbagai macam karya sastra. Karya-karya sastra tersebut di antaranya seperti Sembilan parwa sari cerita Mahabharata, Sang Hyang Kamahayanikan, dan satu kanda dari epos Ramayana. Selain itu, muncul pula kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa.

Selain itu, kerajaan-kerajaan lain di Indonesia turut pula berpartisipasi menulis manuskrip-manuskrip sastra, contohnya saja pada jaman Majapahit ada buku Negarakertagama dan Sutasoma, dan karya sastra lainnya dari Kerajaan Demak, Kerajaan Kediri, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram, Kerajaan Surakarta Pakualaman, Kerajaan Mangkunegoro, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Jambi, Kerajaan Mempawah, Kerajaan Makassar, Kerajaan Maluku, dan Kerajaan Sumbawa.

Karya-karya sastra tersebut ditulis tangan di daun lontar dan hanya ditunjukkan kepada kalangan yang sangat khusus yakni pemimpin kerajaan. Kegiatan kepenulisan dan dokumentasi naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja-raja dan sultan-sultan yang tersebar di Indonesia kala itu.

Kumpulan karya-karya sastra yang telah ditulis langsung disimpan di kerajaan masing-masing. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan telah lahir dan mulai berkembang, tapi masih bersifat khusus dan cuma bisa diakses oleh golongan-golongan tertentu saja.

Munculnya Perpustakaan Umum Zaman Kolonial

Kala kedatangan bangsa Barat ke Nusantara pada abad ke-16 membawa budaya tersendiri untuk perkembangan perpustakaan. Sebab perpustakaan yang biasa kita kenal sekarang itu mempunyai tingkat kemiripan dengan perpustakaan di zaman colonial dulu. Tujuan bangsa Barat mendirikan perpustakaan adalah untuk menunjang program penyebaran agama. Namun, lama kelamaan berubah untuk kepentingan pendidikan sampai propaganda.

Menurut data dari sebuah literatur, perpustakaan paling pertama didirikan pada masa kolonial adalah perpustakaan gereja di Batavia (Jakarta) yang diresmikan pada tanggal  27 April 1643. Perpustakaan tersebut dipimpin oleh Ds. (Dominus) Abraham Fierenius selaku pustakawan perpustakaan gereja Batavia. Kelahiran perpustakaan gereja tersebut, sekaligus menandai dimulainya kehadiran perpustakaan yang tidak lagi bersifat khusus, melainkan perpustakaan yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum.

Selanjutnya, pada tanggal 25 April 1778 berdirilah fasislitas perpustakaan bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Pada tahun 1846, perpustakaan BGKW mengeluarkan sebuah katalog buku pertama di Indonesia dengan membawa judul Bibliothecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florist Catalogue Systematic hasil suntingan P. Bleeker.

Akhirnya pada tahun 1950, perpustakaan BGKW yang pernah mengalami penambahan nama menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, secara resmi berubah Lembaga Kebudayaan Indonesia, karena mempunyai prestasi yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan.

Selain itu, pemerintah Hindia Belanda memiliki pula perpustakaan rakyat yang bernama  volksbibliotheek yang didirikan oleh Volks Lectuur, yang di masa depan berubah nama menjadi Balai Pustaka, dengan pengelolaan perpustakaannya diserahkan kepada sekolah rakyat (volkschool). Selain itu, juga didirikan perpustakaan Bibliotheek’s Lands Plantentuin te Buitenzorg pada tahun 1842, yang sekarang ini berubah menajdi Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Hasil-hasil Penelitian.

 

Perkembangan Perpustakaan Pasca Kemerdekaan

Sejarah perpustakaan Indonesia, pasca diproklamirkannya kemerdekaannya pada tahun 1945, banyak mengalami perubahan dan perkembangan. Zaman pasca kemerdekaan Indonesia tersebut bisa dimulai dari tahun 1950-an, ketika didirikannya perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi buku-buku bacaan yang berfokus pada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia, berdirinya perpustakaan tersebut tepat pada 25 Agustus 1950.

Setelah Lembaga Kebudayaan Indonesia dibentuk pada zaman Belanda sekitar tahun 1952. Akhirnya pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan mengubah namanya menjadi Museum Pusat. Kemudian nama tersebut berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya sendiri dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional.

Pada sekitar tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional disatukan ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Akhirnya penghujung perjalanan sejarah perpustakaan di Indonesia berhenti, setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden tahun 1989, bahwa Pusat Pembinaan Perpustakaan dan Perpustakaan Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dilebur menjadi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang kita kenal sampai sekarang ini.

Demikianlah, rangkaian perjalanaa sejarah perpustakaan di Indonesia dari zaman kerajaan, kolonial sampai zaman modern. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) saat ini telah menjadi perpustakaan yang berskala nasional dalam artian yang sesungguhnya. Sebuah lembaga yang dapat melayani dan menaungi satu golongan tertentu saja, namun melayani pula semua lapisan masyarakat dari semua golongan.

Daerah Anda ingin mengembangkan budaya literasi melalui platform teknologi perpustakaan digital? Hubungi partnership@aksaramaya.com atau 0859106725577